Minggu, 05 Mei 2013

Surat untuk Film Indonesia




Berawal dari beberapa potongan gambar

Kemudian imajinasi terkembang

Terima kasih Film Indonesia



Dear Cinta,

Halo cinta, bagaimana kabarmu? Terakhir kita bertemu adalah beberapa bulan yang lalu, tepatnya sebelum aku ujian tengah semester. Waktu itu aku sedang penat, karena tidak tau harus apa akhirnya aku pergi kesuatu tempat. Disana aku berdiri cukup lama, mengantri dengan sabar, kemudian memasuki sebuah ruangan gelap tempat kita biasa bertemu. Suara proyektor yang tepat diatasku membuatku bergembira karena sebentar lagi kita akan bertemu. Kamulah penghilang penatku saat itu.




            Kamu ingat tidak saat pertama kali kita bertemu? Waktu itu aku masih SD, ibu membawaku bertemu denganmu saat libur akhir semester. Kamu hadir dengan sebuah plot apik dengan setting perkebunan teh di Bandung. Kamu dengan sabar menceritakan beberapa kisah seru seorang gadis bernama Sherina, dan kamu memberi judul ceritamu “Petualangan Sherina”. Akhirnya aku menganggapmu sebagai sahabat saat kamu berjanji akan menceritakan berbagai kisah seru dalam berbagai genre.

            Diawal aku memasuki masa SMA, kamu datang lagi. Kali ini kamu menceritakan kisah beda, kisah perjuangan sebuah band indie dari Jogja yang mencoba mengadu nasib lewat musik olahraga. Kamu benar-benar hebat. Apapun ceritamu pasti aku dengarkan hingga selesai.

            Oh ya, kamu ingat tidak ceritamu tentang perjuangan sekolah anak-anak Balitong? Waktu itu kau menyebutkan dua nama yang kini masih aku ingat. Ikal dan Lintang. Ikal yang manis dan mempunyai semangat belajar tinggi, serta Lintang, bocah yang mengayuh sepedanya berkilometer untuk sekolah. Wah, pokoknya seru!

            Jujur, ada dimana saat aku kangen dengan masa-masa seperti itu. Masa-masa dimana aku bisa bertemu denganmu, lalu kamu bercerita berbagai kisah inspiratif yang kaya akan nilai kehidupan. Pernah suatu kali, saat aku begitu kangen padamu, aku datang ketempat biasa. Mengantri cukup lama dan akhirnya kita bertemu. Seperti biasa kamu menceritakan sebuah kisah, namun ada yang hilang. Plot-plot seru yang sering kau ceritakan berubah menjadi rentetan kosong makna. Mungkin kamu butuh beberapa waktu untuk istirahat karena kamu telah setia menemaniku dari SD.

            Aku sengaja menjaga jarak dengamu. Aku sadar aku terlalu banyak menuntutmu untuk menceritakan plot-plot seru. Kamu butuh istirahat dan aku hargai itu. Aku lebih senang berada jauh darimu saat kamu menngalami masa-masa stuck dan mulai terkontaminasi dengan hal-hal lain. Aku mau plot-plot original darimu serta  alur cerita fluktuatif yang syarat akan makna tanpa mengesampingkan nilai artistik.

            Aku menyebut ini sebagai masa hibernasi. Tidur dalam arti tidak sebenarnya untuk bertemu denganmu. Bukannya benci, aku malah ingin kamu berkembang menjadi lebih baik. Paling tidak, kamu bisa kembali seperti dulu, menceritakan kisah-kisah luar biasa untukku. Didalam masa hibernasi aku memutar ulang potongan-potongan cerita darimu. Mencoba mengembangkan imajinasiku sendiri dan menuangkan kedalam barisan kata. Jujur saja, aku belum mampu menjadi sepertimu. Namun ada sesuatu yang paling berharga dari hubungan kita selama ini. Aku dan kamu saling membutuhkan. Selayaknya simbiosis yang terjadi dialam. Kamu menceritakan berbagai kisah kemudian aku memberikan apresiasi terhadap ceritamu. Dan yang paling berharga adalah perlahan tapi pasti kamu berhasil membangkitkan daya imajinasiku. Pelan-pelan aku mencoba menyusun plot-plot mini kemudian aku membuat barisan kata yang sengaja kusisipi kenanganku tentangmu.

            Sampai akhirnya kamu menemukan kembali irama berceritamu. Lewat sebuah plot progesif yang menceritakan tentang seorang Kugy yang menyangka dirinya adalah seorang agen Neptunus, hingga ia menghanyutkan banyak perahu kertas. Anak yang tumbuh menjadi seorang gadis dengan imajinasi dongeng yang kuat dan cerita kehidupan cintanya yang dibumbui sedikit pahit manis kehidupan. Aku tersenyum bangga saat akhir kamu menceritakan kisah itu padaku. Kamu telah kembali dari masa hibernasimu. Bukan lagi rentetan kosong tanpa makna yang hanya berhiaskan sorot lampu dan suara tak tentu.

            Selamat cinta, kamu telah kembali. Kamu berhasil kembali dengan kekuatan originalmu, bahkan sekarang kamu hadir dengan suasana baru. Mengangkat tokoh negeri ini dan menyajikan secara apik perjalanan hidup beliau. Sosok hebat yang kini menetap di Jerman tersebut berhasil kamu kemas  dalam sebuah cerita luar biasa yang sudah kudengar. Aku yakin kamu tidak akan terus menerus berada pada masa hibernasi. Aku mau kamu dan aku butuh kamu. Aku mau kita hidup berdampingan walaupun banyak yang mencoba masuk diantara kita. Mencoba merenggangkan tali semu yang terus menghubungkanku denganmu.

            Kamu, ya kamu. Kamu adalah film Indonesia yang menjadi cinta pertamaku dari SD. Beribu kisah telah kau ceritakan, tidak hanya denganku namun dengan masyarakat Indonesia lainnya. Aku suka kamu yang original, film karya anak bangsa yang penuh nilai kehidupan. Kehidupan memang seperti grafik fluktuatif, ada naik dan ada turun. Aku tidak mau menyebut masa hibernasi sebagai fasa turun film Indonesia. Aku menyebutnya sebagai masa memperkaya diri dengan plot-plot yang ada nun jauh disana yang coba dirangkai oleh anak bangsa.

            Kisah-kisah seru mulai dari Sherina hingga Pak Habibie berhasil menghiasi raut wajahmu, menampilkan kisah seru dan unik yang dibuat oleh anak negeri. Tidak dipungkiri bahwa banyak film-film luar yang menyerbu tempat kita biasa bertemu –bioskop- tapi aku tidak peduli.

Seperti mencampur krimmer pada espresso. Cita rasa  asli espresso tidak akan goyah oleh lembutnya krimmer, namun hanya akan menciptakan semburat rasa baru dilidah. Espresso yang mempunyai cita rasa kuat tetap diminati walaupun tanpa krimmer. Mungkin krimmer bisa diibaratkan sebagai film-film luar yang menjadi variasi tontonan, namun film Indonesia yang diibaratkan espresso –yang mempunyai tingkat original kuat  sekuat cita rasa espresso- akan tetap bertahan dan diminati.

            Aku mau kamu dan aku butuh kamu. Aku tidak bisa lepas dari film Indonesia. Tak bisa kupungkiri hobi menulisku tumbuh sejak aku melihat film. Mengapresiasikan plot-plot sederhana hasil refleksi dari menonton film kemudian menyusun kata-kata menjadi sebuah tulisan.

            Film Indonesia harus jadi espresso. Originalitas dari tangan-tangan terampil pemuda Indonesia memang patut diacungi dua jempol. Sekian tutur panjang lebar yang kusiratkan sebagai surat cinta. Surat cinta untuk untuk cinta pertama, surat cinta untuk Film Indonesia.



Salam hangat,

Penikmat Espresso


1 komentar: