Rabu, 16 Mei 2012

Skutermatik Idaman






DO NOT COPY
ALLAH KNOW EVERYTHING YOU DO
RCL^^

Skutermatik Idaman



“Pelayan!!!!Mana sarapan untukku!!!”teriakku dari dalam kamar. 5 menit, 10 menit, dan setengah jam sudah aku menunggu sarapanku diantarkan kekamarku. Aku kesal sekali. Karena tak tahan lagi akupun berteriak lebih keras lagi.

                        “Pelayan!!!!!”

                        “Pelaaaaa….Uhuk uhuk,” teriakanku terhenti karena ada seseorang yang mengguyurku dengan segayung air.



                        “Pelayan mbahmu! Ayo bangun!”kata Ibuku dengan nada super tingginya.

Setelah mengucek-ucek mata sebentar, aku baru sadar bahwa tadi aku hanya mimpi. Yah, meskipun hanya mimpi aku tetap bersyukur bisa merasakan enaknya jadi orang kaya. Tak mungkin dengan enaknya bangun tidur teriak-teriak minta sarapan. Bisa-bisa aku diguyur Ibuku dengan seember air comberan. Aku adalah seorang pemuda miskin yang tinggal dengan Ibunya diperkampungan padat penduduk sekitar Kali Code, Jogjakarta. Pernah melihat film Jagad Kali Code belum? Nah, disekitar sanalah aku tinggal. Walaupun sekarang aku sudah tidak mempunyai seorang ayah, tetapi aku tetap semangat menjalani hari-hari bersama Ibuku tercinta yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci.

Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku berpamitan untuk pergi kesekolah. Aku sengaja berangkat terlambat karena sedang ada masalah dengan teman sebangkuku disekolah. Disekolahku tidak ada system pen-skoran seperti disekola-sekolah lain. Apabila ada siswa yang datang terlambat, maka ia diharuskan untuk menbantu penjaga sekolah untuk membersihkan seluruh ruang kelas sepulang sekolah. Hal itu sudah biasa kulakukan karena aku sering terlambat masuk sekolah. Aku memang dikenal sebagai anak bandel disekolah. Sering terlambat, membuat ulah, dan sering berkelahi. Tetapi, didalam kamus hidupku tidak ada kata membolos. Aku bandel tetapi pintar. Bukannya bermaksud sombong, tetapi memang begitulah adanya. Bagiku, bandel harus dimbangi dengan prestasi sekolah yang gemilang. Apabila bandel dan berotak kosong, itu sama artinya tidak tahu terima kasih dengan orangtua yang sudah susah payah membiayai sekolah kita.

                        “Yo, udahan dong marahnya. Masak ngambek ampe seminggu?”rengek Deta.

Aku tak menjawab.

                        “Yo, denger nggak sih aku ngomong! Terserah deh kamu maunya gimana. Pokoknya aku udah minta maaf!”bentak Deta.

                        “Iya. Udah tak maafin,”jawabku dengan gaya khas orang Jogja tulen.

Seketika senyum mengembang dibibir sahabatku itu.

                        “Aku janji deh, nggak bakal bolos lagi!”kata Deta dengan semangat.

Sudah seminggu ini aku marah sama Deta karena sekitar seminggu yang lalu,ia bolos sekolah dengan alasan yang tidak masuk akal.

                        “Tabungan kamu udah berapa, Yo?”

                        “Belum nyampe 5. Kemarin sih, harusnya udah 5 juta lebih, tapi dipake ama Ibu buat bayar utang,”kataku lesu.

Yah, aku memang sedang giat-giatnya menabung untuk membeli motor matik idaman. Aku kasihan melihat Ibu yang sehari-hari mengayuh sepeda puluhan kilo untuk mengantar baju cucian.

Selain bersekolah, aku mempunyai pekerjaan sambilan sebagai creator designer disalah satu distro diJogja. Walaupun masih amatiran, tetapi hasilnya lumayan besar untuk penghasilan seorang siswa SMA sepertiku. Dan, sudah 2 tahun ini aku menabung demi Mootor matik idaman.

                        “Oh, nanti kalo udah nyampe 10jutaan aku tambahi juga nggak apa,”kata Deta.

Deta memang seorang anak pejabat teras yang cukup terkenal seantero Jogja.

                        “Ah, nggak usah , Det! Aku mau beli pake uangku sendiri. Biar Ibu bangga sama anaknya ini,”kataku sok.

Teeettt….Teeettt….

Tanda berakhirnya pelajaran berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas untuk segera pulang. Hari itu hari Sabtu. Kebanyakan dari mereka sudah mempunyai rencana untuk bermalammingguan dengan pasangan masing-masing. Namun, untuk seorang pemuda miskin sepertiku, rasanya tak mungkin. Pulang sekolah, aku membantu Ibu mencuci setumpuk baju yang lusa harus sudah ada ditangan pelanggan dengan rapi. Sorenya, aku melesat perlahan dengan sepeda kesayangan menuju distro tempat aku bekerja. Disana tugasku lumayan gampang. Hanya menggambar desain kaos dan jaket. Untuk setiap desain kaos aku mendapat upah 100ribu dan 115ribu nuntuk setiap desain jaket. Itu masih ditambah bonus apabila kaos atau jaket buah karyaku terjual lebih dari 50 buah.

Hari itu aku pulang larut malam. Tetapi suasana Jogja masih ramai. Saat akan menyebrang jalan, tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap.

Gelap, gelap, dan gelap. Tidak ada cahaya sama sekali. Aku berteriak sekuat tenaga, namun tidak seorangpun menjawab. Tiba-tiba ada secercah cahaya putih. Tanpa ragu, akupun mengikutinya. Tetapi, semakin kuat aku berlari, semakin cepat pula cahaya putih itu menghilang.

                        Samar-samar aku mendengar suara orang menangis. Aku mencoba untuk membuka mata, tetapi rasanya berat sekali. Akhirnya, aku bisa membuka kedua mataku. Dihadapanku, Deta dan Ibuku tengah berpelukan sambil menangis. Bau obat-obatan sangat menyengat. Akupun tersadar, bahwa aku sedang berada dirumah sakit.

                        “Bu, lihat. Pio udah sadar! Yo, Pio! Bangun, Yo!”kata Deta sambil terisak.

                        “Pio. Bangun, nak! Ibu ada disini,”Kata Ibuku dengan terisak pula.

                        “Pio ada dimana,bu? Pio kenapa?”kataku dengan terbata-bata.

            Setelah beberapa hari dirawat dirumah sakit, aku akhirnya diizinkan pulang. Kepulanganku dari rumah sakit banyak orang yang menyambut. Mulai dari tetangga, teman-teman sekolah, teman-teman distro, guru-guru, sampai beberapa orang yang dulu pernah aku ajak berkelahi datang kerumah. Rumahku yang sempit semakin sempit dengan hadirnya mereka. Tetapi aku bahagia. Masih ada yang perhatian denganku.

                        “Kamu habis kecelakaan, Yo. Dan setelah itu, kamu koma selama lima hari. Kata dokter, kalo 24jam lagi kamu belum sadar…..”Deta tidak melanjutkan penjelasannya.

                        “Kamu bakal bablas, Yo.”sambung Igit. Anak kampung sebelah yang dulu pernah aku ajak berkelahi.

                        “Tau,nggak?Kamu pernah kehilangan detak jantung selama beberapa menit. Dokter berusaha dengan sekuat tenaga agar kamu tetap hidup.”kata Pak Doni, seorang yang menerimaku bekerja didistronya.

Aku speechless.

                        “ Sejak hari kedua kamu koma, kami udah menggalang dana untuk biaya rumah sakitmu. Dan diluar dugaan, hasilnya melebihi target.”Kata Ayu. Ketua kelasku yang dulu pernah aku buat nangis waktu SD.

                        “Dan, yang nabrak kamu waktu itu adalah Papaku. Maafin Papaku ya, Yo! Papa jadi ngerasa bersalah waktu tau kamu koma.”Kata Deta lebih pelan daripada biasanya.

                        “Ah, nggak apa, Det. Yang penting aku udah sembuh. Udah, jangan nangis gitu.”kataku sambil mengusap air mata Deta yang terus membanjiri pipinya yang gembul.

                        “Dan, sebagai tanda permintaan saya, Saya bersedia membantu anda untuk membeli sebuah motor matik idaman,”kata seseorang dari balik pintu kamar. Orang itu adalah Pak Bambang, ayahnya Deta.

Aku dengan mantap menolak tawaran Ayah Deta dengan sopan, walaupun aku ingin sekali memiliki motor matik itu.

                        “Mohon maaf, Pak. Bukannya saya tidak mau. Tapi saya sudah bertekat untuk membeli motor matik idaman saya dengan uang hasil jerih payah saya sendiri,”jawabku dengan pelan-pelan dan hati-hati.

                        “Wah, gimana ini. Saya sudah terlanjur memegang kunci motor dan STNK dengan nama Alfio Nugraha,”kata Ayah Deta dengan nada sedikit sombong.

                        “Hah? Yang bener, pak?”kataku dengan semangat sambil berdiri menghampiri Ayah Deta.

Semuanya tertawa melihat tingkahku yang aneh itu. Aku tidak terlalu mempedulikan mereka.

Lalu, semua orang yang ada dikamar bernyanyi sebuah lagu yang begitu aku sukai.

“Kamuuuuuu……terlihat paling cakep. Dengan skutermatik yang menawan, dengan gaya klasik zaman sekarang,” sebuah lagu merdu berjudul Skutermatik dari band idolaku mengawali lembaran hidupku yang baru bersama Ibuku tercinta, teman-teman, dan motor matik baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar